Judul Buku: Memadukan Keindonesiaan dan Keislaman
Pengarang: Dr. (H.C) Ir. KH. Salahuddin Wahid
Penerbit: Pustaka Tebuireng
Tahun Terbit: 2018
Jumlah Halaman: 273
Genre: Nonfiksi
Pereview: Anisah Busthomi
Esai-esai kebangsaan yang dinukil oleh K. Solah ini membangunkan masyarakat Indonesia yang sedang terlena dengan kehidupan elitis-skuler sebuah kekuasaan, minim kemanusiaan. “I SEE HUMANS BUT NOT HUMANITY” tidak berlaku dalam kumpulan esai-esai kebangsaan K. Solah. Ditulis dengan gaya bahasa yang sangat sederhana tapi tetap gurih dibaca.
MEMADUKAN KEINDONESIAAN DAN KEISLAMAN
Ada beberapa sejarah kebangsaan yang kian mulai hilang dari benak masyarakat Indonesia, atau bisa saja mereka tidak pernah tahu siapa yang secara fisik dan pemikiran pernah berjuang demi kemerdekaan bangsa ini. Sejak ditetapkannya sidang BPUPKI dan PPKI pada tanggal 28 Mei-22 Agustus 1945 konvergensi antara Islam dan Indonesia semakin tidak menemukan titik terang. Dengan disahkannya piagam Jakarta sebagai pembukaan UUD banyak kalangan kristiani yang memperdebatkan salah satu isi piagam tersebut “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluknya”. Dari isi piagam tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia hanya mementingkan satu golongan saja daripada keharmonisan keberagaman bangsa Indonesia. Namun berkat sumbangsih pemikiran para ulama’ yang di dalamnya termasuk KH. Wahid Hasyim piagam tersebut berhasil dihapus dan tergantikan dengan UUD sebagaimana yang kita tahu sekarang. Demi kepentingan dan konvergensi Islam dan Indonesia ke depan (hal.47).
KEMENTRIAN AGAMA
Berdasarkan sidang Pleno Komite Nasional Indonesia pada November 1945, anggota KNI KH. Abu Dardiri dan kawan-kawanya mengusulkan berdirinya Kementrian Agama di Indonesia. Usulan tersebut diterima. Ini merupakan salah satu bentuk konvergensi antara islam dan Indonesia. Pendidikan agama berada di bawah naungan Kementrian Agama, sedangkan pendidikan umum berada di bawah naungan Kemendikbud. Kemenag akan menjadi kementrian yang strategis dengan cacatan bersih dan berusaha untuk bersih serta paham terhadap posisi agama di mata institusi.
RESOLUSI JIHAD
Tokoh besar NU Rais Akbar PBNU KH. Hasyim Asy’ari berpikir keras untuk membela kemerdekaan bangsa Indonesia . Perlu adanya gerakan secara fisik untuk menumpas para penjajah (Belanda dan Inggris kala itu). Berdasarkan hasil musyarwarah dengan tokoh ulama’ lainnya, K. Hasyim mencanangkan fatwa yang disebut dengan “Resolusi Jihad” untuk membantu para TNI. Bagi mereka yang dinyatakan gugur dalam pertempuran akan menjadi syuhada yang ganjaranya adalah syurga. Ribuan muslimin bertempur melawan Belanda tanpa rasa takut pada tanggal 10 November 1995. Pertempuran Indonesia melawan Belanda dan Inggris tersebut difatwakan oleh jumhur ulama Indonesia sebagai satu-satunya jihad fisik yang pernah dilakukan oleh NU disaat Indonesia masih berumur Jagung. Sangat fenomental. Namun sayangnya jarang sekali pendidikan sejarah di SMP, SMA dll. yang berjalan saat ini mengingatkan bahwa sumbangsih NU terhadap berdirinya bangsa ini sangat besar (hal.273).
IBADAH: SYMBOL DAN SUBTANSI
Apakah kita pernah bertanya, mengapa shalat, puasa, haji dan ibadah fisik lainnya tidak dapat mencegah perkara mungkar? Jawabannya sederhana. Karena kita tidak pernah memikirkan subtansi dari ibadah tersebut tujuannya untuk apa. Perkembangan islam dari zaman Raulullah hingga kini sangat pesat. Dari yang tidak shalat sudah mulai menunaikan shalat, yang tidak mengenakan jilbab sudah mulai berjilbab, beribu-ribu orang berbondong-bondong untuk ke tanah suci menunaikan ibadah haji. Secara permukaan, mereka sudah sempurna melakukan ibadah simbolis. Tapi fakta yang berlaku di Indonesia ibadah-ibadah simbolis tersebut tidak mampu meyelamatkan Indonesia dari maraknya korupsi, konten-konten pornografi berkeliaran bebas di sosial media, praktik-praktik asusila menjadi agenda rutin bulanan di berbagai daerah. Parahnya, para pelaku adalah public figure yang, barang tentu sedikit banyak akan menarik orang lain unutuk mencontoh kelakuannya. Harusnya selain subtansi ibadah yang benar-benar karena Allah ta’ala perlu diimbangi dengan moralitas yang selalu tertanam dalam setiap individu (hal.3).
AGAMA TERBAIK
MUI mengharamkan pluralitas agama: menganggap semua agama sama dan benar. Semua agama tidak sama, tapi sama-sama mengajarkan kebenaran di dalamnya. Oleh karenannya MUI lebih menganjurkan pluralitas sosial sebagai bentuk toleransi, kemanusiaan, rasa saling mengasihi antar sesame ciptaan Tuhan. Terdapat sebuah dialog antara Leonardo Boff, seorang ahli dari kelompok The Thelogy of Freedom dari Brazil dengan Dalai Lama, pemimpin Budha dari Tibet. LB tertunduk malu saat mendengar jawaban Dalai dari pertanyaannya tentang agama apa yang paling baik di dunia ini. Dalai menajwab bahwa tidak ada agama yang paling baik di dunia ini, semua agama baik selagi masih mampu mendekatkan manusianya dengan Tuhan, menjadi orang yang lebih baik bagi orang lain. Dalam benak LB seorang Dalai akan memuji agama sendiri sebagai agama yang paling baik di antara agama-agama lainnya dimuka bumi ini. Yang pasti, kita dianggap beragama apabila berhasil memanusiakan manusia dan berbuat baik pada Tuhan selaku kita ciptaan-Nya (hal.98).
Inferensi yang dapat diambil dari beberapa ulasan esai-esai tersebut adalah selaku Bangsa yang berdiri dari hasil keringat dan darah para pejuang. Kami sebagai bangsa Indonesia masih punya kesempatan untuk berjihad mempertahankan jati diri Indonesia, memupuk persaudaraan antar umat beragama, menjaga pluralitas sosial dari orang-orang yang saat ini suka myeret-nyeret agama sebagai kambing hitam. Karena kita bukan hanya orang islam yang tinggal di Indonesia. Tapi orang Indonesia yang beragama islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar