Pengarang : Nurul Ibad, Ms
Penerbit dan Tahun Terbit : Pustaka Sastra LKis, 2011
Jumlah Halaman : 220
Nama Peresensi : Dian Nur H
genre : romance, fiksi
Review buku:
Pusparatri, gadis yang jelita penuh pesona keturunan Mataram dan memiliki darah dari Sunan Kudus. Jiwanya suci dan baik hati meski ia harus merelakan hidup dalam kubangan lumpur dimana kumbang-kumbang gemar menyesap keindahannya di setiap malam di Puncak bukit Ambulu. Dengan bekal keris kyai semar dari ayahandanya, Raden mas joyokesumo, kumbang di kawasan Tulungagung akan bertekuk lutut dan memberinya banyak uang.
Itulah pekerjaan Pusparatri, janda dari demang wonokromo yang menikahinya sejak ia berumur 10 tahun. Sejak dini ia harus menjalani pernikahan yang mengerikan dengan lelaki uzur yang penuh kesaktian dan dikelilingi makhluk halus. Tidak adanya pilihan untuk menopang hidup bersama Nyi poniyem yang merawatnya sejak kecil, ia harus menjadi wanita penjual diri. Meskipun tentu saja ia memiliki mimpi untuk berhenti setelah mengumpulkan uang tabungan dan harapan memiliki anak (meskipun tanpa ayah) yang akan meramaikan rumahnya.
Sampai akhirnya ia bertemu dengan Rukh, Gus Rukh. Putra kyai Jalaludin Palingsingan. Pemuda tampan yang sakti, memiliki ilmu pancawayang, yang memiliki jamaah dari kyai sampai preman, bahkan wanita penjaja tubuh seperti Puspratri. Pusparatri tidak pernah mengira akan jatuh cinta pada laki-laki seperti Rukh di pandangan pertama. Laki-laki yang membuatnya rela berhenti dari pekerjaannya, laki-laki yang ia impikan dapat memberinya benih dirahimnya meski ia harus berhadapan dengan istri Rukh, Karenina, yang memakinya dengan sangat menyakitkan. Rukh lah yang tidak pernah memandangnya hina, bahkan mengakui pula cintanya pada Pusparatri.
Laki-laki itu memberinya keindahan cinta sejati sekaligus rasa pedih yang sangat.
Pusparatri yang tak pernah punya pilihan. Ia hanya menjalani apa yang sudah takdir gariskan semenjak ia lahir. Menjalani apa yang sudah dijalani sebagai pengabdian dan penghormatan pada ketentuan Yang Kuasa. Bukankan Yang Kuasa punya sejuta kasih untuk umatNya?
Pusparatri sungguh tak tahu. Dia hanya mampu menjajakan dirinya, menari dengan kemolekannya di sepanjang malam, mendatangi makam para leluhur yang selalu ia "sowan" i saat hatinya gundah gulana dan membutuhkan ketenangan. Pusparatri yang sebatang kara, tak pernah bermimpi banyak selain berhenti dari pekerjaannya dan memiliki keturunan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar