Judul buku: Guru Aini
Pengarang: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang
Tahun terbit: 2020
Jumlah halaman: 336
Genre: Fiksi
Peresensi: Farah Firyal
Sebagai penikmat karya Andrea Hirata, saya begitu bahagia saat mendengar buku terbarunya telah lahir. Buku berwana hijau pupus itu berjudul Guru Aini. Guru Aini merupakan prekuel dari Novel sebelumnya yang berjudul Orang-Orang Biasa.
Pada Novel Orang-Orang Biasa, Andrea Hirata bercerita tentang 10 sekawan di sebuah geng yang selama bersekolah selalu menempati bangku belakang kelas. Setelah dewasa, mereka tumbuh menjadi orang-orang yang bodoh dan miskin yang hidupnya biasa-biasa saja. Kisah bermula saat salah satu anggota geng bernama Dinah bercerita bahwa anaknya, Aini, diterima di perguruan tinggi jurusan Kedokteran. Sungguh naif Dinah. Ia berpikir bahwa jika sudah diterima, maka urusan sudah selesai. Ia tak tahu bahwa jurusan Kedokteran hanya untuk orang-orang kaya. Jurusan Kedokteran tak menerima anak seorang pedagang mainan.
Kegelisahan Dinah juga menjadi kegelisahan teman-temannya. Mereka semua berunding untuk menyelesaikan masalah Dinah. Mereka berjanji akan mencarikan uang yang banyak agar Aini bisa masuk fakultas Kedokteran. Ide yang didapat dari musyawarah sepuluh sekawan yang bodoh dan miskin itu adalah merampok bank. Duh.
Aini yang ada dalam judul "Guru Aini" adalah Aini dari novel Orang-Orang Biasa. Saat pertama membeli buku ini, saya menebak novel ini akan bercerita tentang Aini yang akhirnya putus asa mengejar mimpinya sebagai mahasiswi Kedokteran lalu putar haluan menjadi guru. Ternyata dugaan saya salah. Novel ini berkisah tentang masa sekolah Aini yang terjadi sebelum cerita dalam novel Orang-Orang Biasa.
Alkisah, ada seorang lulusan terbaik Sekolah Keguruan Matematika bernama Desi Istiqomah. Ia bercita-cita mengabdi di sebuah desa terpencil untuk mencerdaskan bangsa dengan ilmu matematika. Saat dilakukan undian untuk menentukan daerah mana yang akan ditempati sebagai tempat mengabdi, Desi memilih bertukar tempat dengan sahabatnya yang menangis setelah membaca nama desa entah apa di gulungan kertasnya. Dengan rasa bahagia dan bangga, Desi berangkat merantau ke sebuah desa yang Desi saja tak yakin itu masih ada di Indonesia atau tidak. Dengan membawa cita-cita mengajarkan matematika pada anak desa, Desi begitu bahagia menjalani hari-harinya di perantauan.
Ternyata, kenyataan tak berjalan sesuai dengan harapan. Desi membayangkan murid-muridnya akan bahagia dengan matematika yang ia ajarkan. Ternyata matematika adalah beban dan ancaman yang mengerikan bagi mereka.
Petualangan guru Desi mencari 1 murid genius matematika penuh perjuangan.
Diselingi narasi ujaran-ujaran khas Melayu penuh komedi, tulisan Andrea Hirata memang selalu menarik dibaca.
Bertahun-tahun Desi mengajar matematika, sampai akhirnya ia menemukan seorang murid bernama Aini yang semangat belajarnya tak ada tanding. Aini, putri Dinah pedagang mainan, adalah murid terbodoh di kelasnya. Tapi cintanya pada matematika dan semangat belajarnya membuat guru Desi ikut bersemangat mendidiknya menjadi genius matematika .
Kisah perjuangan guru Desi dan Aini sangat menginspirasi.
Bisakah Aini mewujudkan mimpinya untuk masuk ke fakultas Kedokteran?
Saya juga meresensinya di sini: https://resensie.com/ambisi-untuk-mendidik/
BalasHapus