Judul buku: Jihad Julia
(Pemikiran Kritis dan Jenaka Feminis Pertama di Indonesia)
(Pemikiran Kritis dan Jenaka Feminis Pertama di Indonesia)
Pengarang: Julia Surya Kusuma
Penerbit: PT Mizan Pustaka
Tahun: 2010
Presensi: Shofia El-Mizan
Buku dibaca dari ipusnas |
Satu dekade adalah waktu yang cukup untuk menyaksikan teknologi maju berlari. Tapi satu dekade tak berarti banyak bagi tatanan kehidupan sosial. Rasanya satu dekade sangat singkat untuk membentuknya menjadi nilai yang lebih madani, manusiawi, dan konstruktif. Itu sebabnya meski sudah sedekade berlalu, buku ini serasa masih relevan.
Apa sebenarnya yang dibicarakan Julia dalam buku kecil ini? Buku ini merupakan antologinya yang diterbitkan oleh media cetak dalam versi bahasa Inggris. Ia terjemahkan kedalam satu buku Jihad Julia.
Dia disebut sebagai feminis pertama di Indonesia, karena masih awal sekali pemikirannya telah mengubah struktur hierarki perempuan dalam segala bidang. Dalam buku ini, ia banyak menyinggung permasalahan sosial yang rasanya dekat sekali dengan penulis dan pembaca bahkan hingga saat ini. Salah satu permasalahan yang rasanya abadi hingga akhir zaman adalah cara nalar kita memahami hak waris yang secara tekstual dijelaskan Al-Quran. Bagian laki-laki dibanding perempuan adalah 2:1. Julia menganggap seringkali pemahaman ini disebabkan muslim yang merasa harus tunduk pada teks, jika tidak ingin mendapat ganjaran neraka. Waris adalah cara Al-Quran memberikan hak perempuan di masa Arab saat itu, dari awalnya yang dia tidak mendapatkan hak apapun diangkat derajatnya dengan diberikan haknya. Itu cara Al-Quran memberikan hak yang mendasar pada perempuan. Dengan demikian, waris dapat diimplementasikan dalam kehidupan sekarang dengan mengambil 'illat pembagian adil sesuai yang paling membutuhkan berdasarkan kesepakatan dan mengutamakan maslahat. Pemikiran Julia sangat konstruktif bagi kesetaraan gender.
Dalam buku ini, ia memposisikan perempuan sebagai subyek untuk berperan dalam kehidupan sosial. Selama ini, karir atau strata sosial perempuan banyak ditentukan oleh suaminya. Istri pejabat secara otomatis naik pangkat menjadi ketua Dharma Wanita di daerahnya. Seperti istri gubernur, bupati, camat, lurah menjadi ketua Dharma Wanita sesuai jabatannya masing-masing. Bukan karena prestasinya. Prestasi perempuan yang seharusnya diapresiasi melalui peningkatan karirnya sendiri. Bukan karir suaminya.
Pembaca juga melihat Julia orang yang sangat independen, tidak terpengaruh oleh partai politik, kebudayaan, maupun ormas tertentu. Dalam buku ini, dia melabrak Gus Dur. Ia menilai Gus Dur inkonsistensi dan haus kekuasaan. Menyebutkan judulnya dengan "Presiden Tambal Sulam". Dia juga mengutip sebuah pertanyaan dari kolega gusdur "Gus pengikut anda sudah menganggap anda sebagai Nabi, mengapa anda masih ingin menjadi Raja?" Julia menganggap Gus Dur Rakus terhadap kekuasaan dan menolak secara impulsif jika Gus Dur diangkat sebagai pahlawan negara. Dibalik itu, pembaca tidak dapat membaca latar belakang apa yg membuat Julia mempersepsikan Gus Dur dengan begitu. Namun, di lain sisi, pemikiran Julia memberikan sumbangsih bagi pemikiran kita tentang feminis yang lebih progresif.
Julia punya sense of humanity yang tinggi. Kritiknya erat dengan nasib orang-orang kecil, lingkungan, pelayan, nasib buruh migran, bahkan kehalalan daging ayam yang disembelih dari Eropa (bagaimana memaknai label halal dalam Islam). Intinya, Julia menyajikan nilai kemanusiaan melalui cara berpikirnya yang kritis dengan mengawalinya melalui analogi-analogi yang sangat dekat dengan kehidupan.
Akhirnya, silahkan Membaca!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar