Penulis: KH. Ali Maksum
Penerbit: Ibn Masyhidi Pekalongan
Genre: Non Fiksi
Peresensi: Nur Kholilah Mannan
Dalil ASWAJA: Agar Umat Tidak Taklid Buta
“Ketika fitnah sudah merajalela maka seorang alim wajib menampiknya dengan ilmu karena jika tidak, laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia tertuju padanya”.
Kutipan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Khaṭīb al-Baghdādī ini menjadi alasan KH. Ali Maksum menyusun buku himpunan dalil-dalil amalan dalam paham Ahlu Sunah wal Jamaah.
Benturan antar paham dalam Islam membuat debat keagamaan kala itu tidak objektif dan pada gilirannya terjadi fitnah di kalangan muslim sendiri. Kelompok satu menyalahkan yang lain, menganggap pendapat pribadi sebagai kebenaran tunggal. Penyebab sebenarnya boleh jadi karena pikiran yang kurang terbuka (closeded mind) atau kebodohan yang terus dibiarkan.
Salah satu kubu yang senantiasa ‘diserang’ sampai saat ini adalah kalangan Ahlu Sunah wal Jamaah (ASWAJA) yang amalan-amalannya kerap dituduh bidah. Aswaja adalah manhaj/jalan keagamaan yang dipilih oleh sebagian organisasi seperti NU dan Muhammadiyah dengan tetap menjalankan sunah Nabi, ajaran sahabat dan pengikutnya. KH. Ali Maksum sebagai Rais Aam Syuriyah PBNU 1980-1984 ketika perang pendapat berkecamuk menghimpun dalil-dalil Aswaja untuk merespon isu-isu dalam sebuah buku kecil ukuran 14x20 cm, Hujjatu Ahli Sunah wal Jamaah.
Bahasa Arab yang dipakai sangat sederhana sehingga mudah difahami oleh santri-santri pemula apalagi senior. Pun argumentasi yang diambil tak lepas dari hadis Nabi dan pendapat ulama-ulama terkemuka seperti Ibn Taimiyah, Aṭ-Ṭabarī, Ibn Qayyim Al-Jauzī, Ibn Rusyd dan lain-lain. Sementara kutipan-kutipan yang dipilih singkat namun mengena tepat sasaran.
Mbah Maksum -sebutan akrab KH. Ali Maksum- adalah ulama yang humoris, menanggapi perang tersebut tidak dengan amarah apalagi serangan, tujuannya agar umat islam bisa menerima dengan senang hati pada ajaran Islam, senang pada kiai dan senang pada ketaatan. Di awal kitabnya beliau tidak menjustifikasi kelompok ‘lawan’ melainkan merinci pokok permasalahan bahwa objek yang sering menjadi serangan adalah masalah furu’iyah (cabang fikih) belaka yang tak patut diperdebatkan apalagi menjadi penyebab debat kusir yang berujung perpecahan.
Beliau menegaskan lagi bahwa semua pihak memiliki dasar pegangan masing-masing, baik yang menyetujui suatu amalan atau yang menafikannya. Yang membolehkan memiliki sanad dan yang menolak juga memiliki sanad keilmuan. Maka menurut Gus Bahauddin Nur Salim ketika haul ke-31 KH. Ali Maksum, mengatakan bahwa masalah kita saat ini adalah penguatan keilmuan, seandainya masing-masing kita mendalami keilmuan dengan sebenar-benarnya maka memandang perbedaan tidak akan berakhir perpecahan, memandang orang yang tidak qunut subuh sebagai orang hebat, berarti ia Hanafī (penganut mazhab Imam Abu Hanifah).
Namun sayang sekali, tidak banyak permasalahan (atau objek serangan) dibahas dalam kitab ini, hanya ada 9 masalah;
1) Pahala membaca al-Quran dan sedekah kepada orang mati
2) Salat sunah qabliyah (sebelum) jumat
3) Talkin orang mati setelah menguburkannya
4) Salat tarawih
5) Cara menetapkan awal bulan Ramadan dan Syawal
6) Ziarah kubur
7) Nikmat kubur dan azabnya
8) Ziarah makam Nabi dan usaha mendatanginya
9) Tawassul (menjadikan perantara) dengan Nabi, wali Allah dan orang salih.
Keterbatasan ini di sisi lain menjadi kelebihan dari kitab ini yaitu ringan dibaca dan tidak berbelit-belit dalam menjelaskan argumentasi. Maka dengan adanya kitab kecil ini, semoga menambah wawasan khazanah keilmuan orang-orang Islam sehingga tidak menyalahkan orang lain dengan membabi buta atau mengikuti panutannya dengan taklid buta.
Al-fatihah untuk Nabi, sahabat, pengikutnya dan Mbah Maksum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar