Wigati dan Pemberdayaan Perempuan
Judul: Wigati
Pengarang: Khilma Anis
Tahun terbit: 2018
Penerbit: Telaga Aksara
Genre: Fiksi, Sastra Pesantren
Peresensi: Ihdina Sabili
Perjalanan hidup seorang Manik dalam novel Wigati menggambarkan kehidupan para perempuan yang mondok atau nyantri: ketangguhan mereka dalam bertahan hidup jauh dari orang tua, menjalani aktivitas harian penuh dengan peraturandan pengkaderan, bagaimana menempatkan diri di tengah masyarakat, dan tentunya bersikap tawadlu’ di hadapan guru. Santri putri adalah pusaka bagi generasi bangsa ini (hal. 182). Perempuan yang mondok ditempa melalui proses yang amat berat, seperti proses pembuatan keris, mesti ditempa dengan panas seribu derajat celcius (hal. 183).
Novel Wigati ini menyajikan konflik yang cukup unik dibanding kebanyakan novel bernuansa pesantren pada umumnya. Wawasan dunia Jawa dan keris disisipkan sebagai pengantar sekaligus isi cerita dengan sangat memukau. Pembaca dibuat penasaran sekaligus merinding saat membaca kalimat demi paragraf isinya. Dalam beberapa situasi, pembaca dihadapkan suasana penuh ketegangan berbau mistis. Di situasi lain dihanyutkan dalam rasa miris yang terlalu sakit bahkan untuk sekadar dibayangkan.
Ekspektasi pembaca begitu apik dibangun dalam bagian pertengahan bab mengenai kedekatan Manik dan Jati. Namun Khilma Anis, sang penulis, meruntuhkan seketika harapan manis tersebut di akhir cerita. Benar-benar plot twist yang menggemaskan. Berbagai tema diramu dengan seimbang mewarnai komposisi cerita. Mulai dari persahabatan, pemberdayaan perempuan, kehidupan pesantren, percintaan, keluarga, hingga dunia pewayangan Jawa sesuai sejarah yang ada. Meski begitu, membaca alur cerita Wigati ini tak serta merta membuat kening berkerut.
Sebagai sebuah karya fiksi, dia tetap mengalir menggiring emosipembaca menghayati betapa pekat masa lalu Wigati. Kejutan demi kejutan pun tersimpan begitu rapi hingga waktu munculnya tiba. Saya pun sepakat dengan pendapat beberapa teman yang mengatakan bahwa Wigati ini novel yang bagus, padat dan berisi, menunjukkan kecerdasan sang penulis memaparkan cerita dengan berbagai tema sekaligus. Melalui novel ini pula, Khilma Anis menjunjung tinggi martabat perempuan dengan segala kegigihan dan pemberdayaannya. Pesan-pesan seperti ini amat penting disampaikan pada para pembaca.
Ada sebuah harapan besar akan kelanjutan dari cerita dalam novel Wigati ini. Mari kita tebak seperti apakah kehidupan Wigati selanjutnya? Siapakah yang nantinya akan dipilih oleh Jati sang Pangeran? Lalu bagaimanakah nasib Manik sepeninggalnya dari rumah ayah kandung Wigati? Begitu banyak pertanyaan berkecamuk mengiringi berakhirnya bab penghujung buku dengan tebal 276 halaman ini. Mari kita nantikan bersama kabar baik menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar