Pilar Cahaya: Kisah 4 Sahabat Mulia Nabi SAW
Penulis: Halimah Alaydrus
Genre: Nonfiksi
Penerbit: Wafa Production
Tahun Terbit: 2014
Peresensi: Zahrotun Nafisah
Halimah Alaydrus adalah salah satu pendakwah perempuan dari kalangan Alawiyin yang cukup aktif menulis. Buku pertamanya yang saya baca adalah “Bidadari Bumi” pada tahun 2011 saat saya masih duduk di kelas 2 Tsanawiyah. Momen pertemuan saya dengan buku tersebut adalah saat saya mengikuti acara peringatan wafatnya pendiri Pesantren Attauhidiyah, KH. Armia beserta Bu Nyai H. Aliyah di Tegal. Selain baju-baju muslim, peralatan ibadah, dan pernak-pernik, terdapat beberapa buku yang dijual oleh para santri. Salah satunya adalah buku “Bidadari Bumi” yang ditulis oleh salah satu alumninya. Ya, benar, Ustazah Halimah Alaydrus merupakan alumni dari pesantren tersebut. Buku lainnya adalah Muhasabah Cinta, Tutur Hati, dan yang akan saya resensikan adalah Pilar Cahaya berkisahkan 4 sahabat terbaik Nabi.
Seperti pada karya-karyanya yang lain, Ustazah Halimah selalu menyisipkan satu puisi ataupun prosa di lembar atau sudut-sudut halaman tertentu. Bagi saya, ini yang membuat buku jadi terasa makin manis untuk dibaca. Pilar Cahaya berkisahkan tentang hidup empat sahabat Rasul yang menjadi golongan Assabiqunal Awwalun, orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Keempat sahabat tersebut ialah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad. Kedua, Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantunya. Ketiga, Zaid bin Haritsah yang menjadi putra angkat beliau, dan terakhir adalah Abu Bakar as-Shiddiq, sahabat yang menemani perjalanan hijrah Nabi ke Madinah.
Dua kali saya membaca buku ini, pada tahun 2018 dan 2020, perasaan saya tidaklah berubah. Menangis penuh haru. Ustazah Halimah berhasil menuturkan kisah keempat sahabat dengan jujur dan tersampaikan. Tentang perjuangan keempatnya dalam bertahan di masa yang begitu sulit saat Islam baru disebarkan. Pada era jahiliyah, Bangsa Arab dipenuhi dengan budaya-budaya yang tidak berkemanusiaan, lalu Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyebarkan Islam. Perjalanannya yang tentu penuh liku, Nabi hadapi bersama sahabat-sahabatnya, terutama keempat sahabat yang diceritakan dalam buku ini.
Dimulai dari kisah Khadijah, istri Rasulullah yang usianya terpaut 15 tahun lebih tua. Ia merupakan pedagang sukses di jazirah Arab pada masanya. Ia seorang perempuan tangguh nan piawai dalam mengatur usahanya sendiri. Perjalanan hidupnya yang tidak mudah sebelum bertemu Rasulullah telah membentuk karakternya menjadi perempuan yang sangat matang dan dewasa. Sehingga tidaklah heran saat Rasulullah diutus menjadi seorang pembawa risalah Allah saat usianya 40 tahun, 15 tahun setelah menikah dengan Khadijah, ia menjadi sosok yang senantiasa mendukung dan mendamaikan hati Rasulullah.
Ustazah Halimah menuturkan peristiwa demi peristiwa saat Khadijah menghadapi kedatangan sosok bertubuh besar yang kali pertama menurunkan wahyu di Goa Hiro, saat masyarakat muslim diboikot massal oleh kaum kafir, saat Khadijah merelakan seluruh hartanya demi dakwah Islam, saat Khadijah senantiasa setia bersama Rasul dan menjadi partner yang cerdas dalam mendiskusikan kegamangan yang Rasulullah hadapi. Terutama saat Khadijah mengantarkan Nabi ke pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani kala itu. Penuturan tidak hanya melalui narasi, tetapi juga melalui percakapan antara Nabi dan Khadijah yang membuat tulisan menjadi lebih hidup.
Berikutnya adalah Ali bin Abi Thalib, putra pamannya yang telah berada dalam asuhannya sejak kecil karena krisis ekonomi yang dialami Abu Thalib. Nabi Muhammad mengambil Ali untuk diasuh demi meringankan beban sang paman. Tidaklah heran kalau Ali dijuluki oleh Nabi sendiri bahwa ia adalah “Babu Madinatul Ilmi” yang bermakna pintunya kota ilmu dari Nabi yang menganalogikan dirinya sendiri sebagai “Madinatul Ilmi”, kota ilmu.
Ali terbentuk sebagai pemuda ksatria. Berkali-kali ia memimpin pasukan perang melawan kaum kafir dan duel bersama orang kafir yang angkuh dan sombong kala itu. Ustazah Halimah mengisahkan kisah demi kisah saat Ali beberapa kali menjadi panglima perang, menggantikan posisi tidur Nabi saat diperintahkan hijrah ke Madinah yang padahal sangat berisiko tinggi, dan juga kecerdasannya saat menjadi khalifah di era “Khulafaun ar-Rasyidin”.
Kisah ketiga adalah Zaid bin Haritsah, seorang budak kecil hadiah dari Khadijah yang lalu diangkat menjadi putranya tanpa mengganti nama bapaknya. Saat kali pertama menjadi budaknya, Zaid diperlakukan layaknya putranya sendiri, maka Zaid merasa aman dan nyaman saat berada dalam pengasuhannya. Ia juga takjub dengan perilaku Rasulullah yang saat itu dipenuhi oleh banyak orang-orang berhati bengis dan keji. Zaid melihat ada perbedaan dan keistimewaan yang ada pada diri Rasulullah. Maka ia memilih untuk tinggal bersama Rasulullah saat ayahnya menjemputnya untuk pulang.
Zaid diceritakan dengan detil saat ia menemani Rasulullah untuk dakwah ke Thaif. Dengan setia dan tabahnya, ia menemani Rasul yang begitu pasrah saat dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga terluka. Hati Zaid tak tega, tapi Rasulullah melalui peristiwa itu mengajarkan kepadanya dan juga kepada kita agar tak menyimpan dendam, tetapi justru mendoakannya. Zaid juga dididik sebagai pemuda kuat yang siap berperang membela Islam waktu.
Terakhir ialah kisah tentang sahabat Abu Bakar yang usianya sudah lebih tua dari Nabi Muhammad. Ia merupakan teman setia perjalanan dakwah Nabi terutama saat hijrah ke Madinah dalam situasi mencekam dan tidak aman. Abu Bakar diceritakan sebagai sosok yang penuh cinta, akan melakukan apapun demi keselamatan Nabi dan dakwah Islam. Ia bernama asli Abdul Ka’bah sebelum masuk Islam. Setelah mengucap ikrar syahadat, ia diberi nama Abdullah. Lalu dijuluki Abu Bakar karena termasuk orang yang bersegera masuk Islam. Kemudian as-Shiddiq adalah julukan lain untuknya saat ia menjadi orang yang pertama kali mengimani peristiwa Isra Mi’raj, sebuah peristiwa yang sulit diterima oleh akal melainkan oleh keimanan yang besar.
Ia juga diceritakan sebagai sahabat yang sangat dermawan. Rela menyumbangkan seluruh hartanya untuk kepentingan umat. Saat Nabi wafat, hatinya begitu pula dan hari-harinya berisi kerinduan kepada Nabi.
Selain puisi, di setiap akhir bab cerita, Ustazah Halimah juga membagikan dokumentasinya yang berkaitan dengan tokoh. Seperti menampilkan gambar makam Khadijah, Goa Tsur, pedang Ali bin Abi Thalib, dan makam Zaid bin Haritsah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar